About

@januartiP

Senin, 28 April 2014

Masa Lalu Telah Kembali: Dia Pergi

Karena rasa penasaran ku mendorong untuk tetap disini, duduk berdampingan dengannya, akhirnya aku memutuskan untuk menuruti kemauannya. Aku bergegas duduk kembali di samping Sandy.

***

Belum sempat Sandy bercerita, tiba-tiba ponsel ku berdering. Ada telepon masuk. Bunda.
"Nay, kamu dimana? Ini ada Rio dari tadi nungguin."
"Hah? Rio?! Oh oke oke sekarang aku pulang, Bun."
"Yaudah cepet ya, kasian dia udah nunggu daritadi."
Lalu aku menghampiri Sandy.
"Emm, San, gue di telepon sama Bunda. Gue disuruh pulang sekarang. Rio nungguin gue dari tadi."
"Yaudah gue anterin."
"Eh, gausah. Gue naik taxi aja."
"Ngga, Nay. Pergi bareng pulang juga harus bareng, dong. Udah ayok, gue anterin."
"Tapi..."
"Engga, gue yakin dia gak bakalan marah sama lo."
Kemudian Sandy menarik ku untuk segera pulang. Hati ku tak tenang. Tadi pagi aku bilang pada Rio, aku sedang tidak enak badan. Sekarang, dia harus melihat aku pulang dengan Sandy. Bagaimana perasaan Rio? Aku jahat sekali. Aku takut Rio kecewa pada ku. Aku takut Rio Marah pada ku. Eh, tunggu-tunggu. Tadi Sandy bilang Rio tidak akan marah kepada ku. Kenapa dia bisa berbicara seperti itu? Kenapa di yakin sekali?

"Yo, lo kok yakin banget dia gak bakalan marah sama gue?" Aku penasaran. Perasaan ku tidak enak.
"Hah? Emang tadi gue ngomong gitu, ya?"
"Oh engga-engga."
 Aku yakin sekali ada yang disembunyikan dari ku. Aku sangat mengenal Sandy. Aku tahu persis gerak-gerik Sandy. Aku tahu persis dia sedang menyembunyikan sesuatu dari ku. Ini tidak beres.

Sesampainya aku di depan rumah, hati ku bergetar. Aku takut. Aku langsung menyuruh Sandy untuk pulang saja. Lalu ku buka pintu.
"Assalamualakum, Bunda."
"Waalaikum salam, Nay. Kemana aja sih kamu?" Tanya Bunda.
Bunda yang sedang menemani Rio di ruang tamu langsung memusatkan perhatiannya pada ku. Rio yang sedang ditemani oleh Bunda, melihatku dengan nanar. Aku tak bisa menjawab pertanyaan Bunda. Dengan perasaan gugup bercampur rasa takut, aku menghampiri Bunda dan Rio.
"Yo.."
"Emm.. Bunda tinggal, ya." Lalu bunda pergi.
"Rio..." Suara ku bergetar.
"Sandynya mana? Kok gak diajak masuk?" Rio masih menatap ku tajam.
"Pulang." Aku tak berani melihat mukanya, aku takut.
"Nay.. liat aku." Ucap Rio sambil memegang tangan ku.
"Nay.. Aku gapapa. Aku ngerti, mungkin kamu jenuh sama aku. Aku tau, kamu masih cinta sama Sandy...."
"Yo.. Engga yo.." Kali ini tangan ku bergetar, mulut ku kaku.
"Dengerin dulu.. Liat aku. Kamu bohong, Nay."
"Iya maaf, aku bohong. Aku gak lagi sakit." Spontan aku bicara seperti itu.
"Bukan itu maksud aku, kamu bohong. Kamu bohong soal perasaan. Aku tau kamu cinta sama aku, aku juga tau kamu masih cinta sama Sandy. Kalau kamu mau balik ke Sandy, aku gapapa. Aku gak akan marah, asal kamu senang sama dia. Dan yang terpenting aku masih bisa deket sama kamu."
"Maksud kamu apa, sih?" Kali ini aku melihat matanya dalam-dalam.
"Putusin aku, Nay. Aku gak kamu gak bahagia sama aku."
"Yo.. maaf." Air mata ku tak terbendungkan lagi, aku mulai menangis.
"Yo, maaf. Mungkin ini yang terbaik. Aku gak bisa ngebohongin perasaan aku lebih lama lagi. Aku masih cinta sama dia. Aku tau, kamu udah berusaha supaya aku lupa sama dia. Tapi gak tau kenapa, aku gak bisa, yo."
"Gapapa, Nay. Aku udah tau semuanya ko. Maaf, selama kita sama-sama aku belum bisa bahagiain kamu."
Setelah hari itu, hati ku menjadi lebih lega. Aku tak usah membohongi perasaan ku lagi. Aku tak usah membohongi Rio lagi. Aku tak usah menutup-nutupi perasaan ku kepada Sandy lagi.

***

(Prev) Masa Lalu Telah Kembali: Taman Kenangan

1 komentar:

  1. hah..beneran kan? kasian si rio...hal ini sudah aku takutan di erita sebelumnya...dan benar benar terjadi.///hadah...menyakitkan banget

    BalasHapus

Boleh kok isi kotak komentar berupa kritik dan saran. :)